Hello Guys !! di postingan kedua ini nih, ane akan ngeshare makalah buatan kelompok ane nih.
Makalah ini membahas tentang konsep tasawuf Hulul yang kontroversial.......
Sebelum lanjut, syukron buat mbak Raga dan mbak Syafi'ah yang telah berjibaku dalam menyelesaikan makalah ini.
Oke, sebelum lanjut ane mau pringatin agan-agan yang mau baca makalah ini nih.
Makalah ini buatan newbie lho, kami ini masih maba dan baru 2 bulan kuliah. Jadi, kalo makalah ini masih acak-acakan mohon dimaklumi ya.......
Terus kalo tau masih acak-acakan ngapain di upload nih ?
Hehe sabar gan sebenarnya ane ada dua alasan nih ngapain upload makalah ini
Alasan pertama karena ane bingung mau posting apa buat tugas ICT (upss)
Alasan kedua, biar agan-agan yang udah pro masalah tulis menulis bisa ngoreksi makalah kami ini nih... jadi kami bisa memperbaiki kesalahan kami.
So, langusng aja gan maaf kebanyakan basa-basi wkwkwkwk
Cek it out !!
Eits, kelupaan. ane juga mau ngeshare power point karya kami nih, sekalian dikritik juga ya.....
langsung aja download disini nih
Oke udah kebanyakan basa-basi nih wkwkwk
Cek it out.....
TUGAS KELOMPOK
Hulul Al-Hallaj
Dibuat sebagai tugas dalam mata kuliah
Akhlak
dan Tasawuf
Dosen
Pengampu :
Dr. H. Abdul Mustaqim,
S.Ag M.Ag.
Disusun
Oleh:
Syafi’ah
16530015
Muhammad Izzul Haq Zain
16530021
Valiena Cantika Raga Imani
16530026
Fakultas Ushuluddin
dan Pemikiran Islam
Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
2016
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
peyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan, rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Hulul Al-Hallaj.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Hulul Al-Hallaj ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Yogyakarta, September 2016
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tasawuf merupakan
sebuah ajaran tentang penyucian hati dan jiwa, sebuah jalan untuk mendekatkan
diri dengan Tuhan sedekat mungkin. Dalam hal ini, tidak setiap hati dan jiwa
memiliki cara yang sama untuk mencapai sebuah penyucian. Berangkat dari
keberagaman inilah Tasawuf menjadi hal yang menarik untuk dikaji.
Dari banyaknya
keberagaman konsep penyucian hati dan jiwa, tidak sedikit yang menuai
kontroversi, bahkan sampai berakhir pada tiang gantung, satu diantaranya adalah
konsep Hulul yang dibawa oleh Abu Mansur al-Hallaj. Konsep ini tidak kalah
penting untuk dikaji, bukan untuk terjebak dalam perdebatan itu sendiri, tapi
menjadi sebuah tarbiyah bagi pembiasaan Akhlak dan pembentukan etika. Sebab,
sebagaimana diketahui, Tasawuf adalah jalan untuk mendekatkan diri dengan
Tuhan, maka untuk mencapai pendekatan itu haruslah memiliki Akhlak dan etika
yang mulia.
Untuk dapat
mengkaji Tasawuf ini kita berangkat dari sejarah, tujuannya adalah agar menjadi
ibrah bagi kita semua.
1.2.Rumusan Masalah
a. Bagaimana
biografi dari Abu Mansur al-Hallaj?
b. Bagaimana
deskripsi konsep Hulul yang dibawa oleh al-Hallaj?
1.3.Tujuan Kepenulisan
a. Untuk
mengetahui biografi dari Abu Mansur al-Hallaj.
b. Untuk
mengetahui deskripsi konsep Hulul yang dibawa oleh al-Hallaj.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Biografi Al-Hallaj
Menurut Sa’id Abdul
Fattah,[1] Al-Hallaj
lahir pada tahun 244 H (857 M) dan
dihukum mati di Baghdad pada tahun 309 H (922 M) dalam usia enam puluh lima
tahun. Sedangkan menurut Wikipedia,[2] pria yang
bernama lengkap Abu Abdullah Husain bin Mansur “al-Hallaj” ini dilahirkan pada tanggal 26 Maret 866 M (1
Rabi’ul Awwal 252 H) di kota Thur yang bercorak Arab di kawasan Baidhah, Iran
Tenggara. Al-Hallaj merupakan keturunan Persia, dan kakeknya beragama
Zoroaster,[3] sedangkan
ayahnya beragama Islam. Al-Hallaj merupakan ulama’ sufi yang terkenal pada abad
9-10 karena pernyataannya yang kontoversial yakni “Akulah kebenaran”. Akibat
pernyataannya tersebut, Al-Hallaj kemudian di eksekusi secara brutal.
Nama Al-Hallaj
merupakan julukan yang diberikan kepada beliau. Mengenai asal-usul julukan ini,
terdapat pendapat yang berbeda-beda. Menurut Sa’id Abdul Fattah[4] pendapat
pertama menyatakan dia dijuluki Hallaj al-Asrar karena menyingkap rahasia
orang-orang yang mengesakan Allah, karena itu, nama ini menjadi dominan pada
beliau. Pendapat kedua menyatakan, Husein bin Mansur meminta kepada seorang
pemisah kapas agar membantunya sebuah pekerjaan. Namun pemisah kapas tersebut
menolaknya lantaran masih sibuk memisahkan biji dari kapas. Lalu Husein
menawarkan diri untuk membantunya. Kemudian pemisah kapas tersebut
mengizinkannya dan pergi meninggalkannya dalam beberapa waktu. Begitu kembali,
ia mendapati seluruh kapas telah terpisahkan dari bijinya. Orang tersebut pun
merasa heran pada Husein. Oleh karena itu, lafal Al-Hallaj yang berarti pemisah
kapas pun mendominasinya. Dan menurut pendapat ketiga, penamaan Al-Hallaj ini
dinisbatkan pada pekerjaan orang tuanya dalam memisahkan kapas.
Pada saat masih muda,
Al-Hallaj pindah ke Wasith bersama keluarganya. Dari sana, mereka lantas pindah
ke tustar yang kemudian disanalah Al-Hallaj bersahabat dengan seorang tokoh
sufi bernama Sahal bin Abdullah At-Tustasri selama dua tahun.[5] Kemudian
beliau pergi menuju Bashrah dan belajar tasawuf kepada Amru bin Ustman al-Makki
selama 18 bulan.[6] Dari
Bashrah, Al-Hallaj pergi menuju Baghdad untuk belajar kepada Syekh Abu Qasim
Junaid yang merupakan ulama’ sufi paling terkenal saat itu.
Al-Hallaj kemudian
menunaikan ibadah haji yang pertama kali pada tahun 892 M.[7]
Ibadah haji yang dilakukan Al-Hallaj ini tidak seperti ibadah haji biasanya,
beliau melakukannya selama setahun penuh. Al-Hallaj duduk di Masjidil Haram
siang dan malam tanpa meninggalkan tempatnya kecuali untuk bersuci dan tawaf.
Beliau melakukan praktik kezuhudan ini untuk menyucikan hatinya menundukkannya
kepada Kehendak Ilahi sedemikian rupa agar dirinya benar-benar sepenuhnya
diliputi oleh Allah. Sepulangnya dari ibadah haji, Al-Hallaj membawa
pikiran-pikiran baru berbagai topik seperti inspirasi Ilahi dan membahasnya
dengan para tokoh sufi lainnya termasuk Amru bin Ustman al-Makki dan Syekh Abu
Qasim Junaid.
Setelah melakukan
pembahasan bersama tokoh sufi lain, ada berbagai reaksi positif dan negatif
mengenai pemikirannya. Kemudian, beliau memutuskan kembali ke Bashrah untuk
mulai mengajar dan memberi kuliah. Namun, pemikiran Al-Hallaj bertentangan
dengan ayah mertuanya. Hubungan mereka pun memburuk dan membuatnya kembali ke
Tustar bersama istri dan adik iparnya. Di Tustar, beliau terus mengajar dan
memperoleh banyak keberhasilan. Akan tetapi, Amru bin Ustman al-Makki merasa
tidak senang kepada Al-Hallaj karena perbedaan pendapat, ia mengirimkan surat
kepada orang-orang terkemuka di Ahwaz dengan menuduh dan menjelek-jelekkan nama
al-Hallaj, karena situasi semakin memburuk, Al-Hallaj memutuskan untuk
menjauhkan diri dan tidak bergaul dengan kaum sufi. Beliau justru terjun ke
dalam hingar bingar duniawi.
Menurut Ris’an Rusli,[8] setelah
meninggalkan jubah kesufian, Al-Hallaj berkelana ke berbagai negeri dalam
rangka menambah pengetahuan dan pengalaman dalam dunia sufistik. Banyak negeri
telah disinggahinya, seperti Khurasan, Mawara an-Nahr, Sajistan, Kirman, dan
Persia. Dari pengembaraan tersebut, beliau menerima banyak julukan,[9] diantaranya
adalah Al-Mughits (yang memberi pertolongan) yang didapat di India, di Madhin
dan Turkistan dijuluki Al-Muqit (yang memelihara), di Khurasan dijuluki
Al-Mumayyiz (yang membedakan), penduduk Persia memberi julukan Abu Abdillah
Az-Zahid (yang zuhud), di Tajikistan dijuluki Syekh Hallaj Al-Asrar (yang
menyingkap rahasia), di Baghdad dijuluki Al-Mushthalim (yang mencabut sampai
akar-akarnya) dan di Bashrah dijuluki Al-Mujib (yang memperkenankan).
Al-Hallaj kemudian
menunaikan ibadah haji yang kedua bersama empat ratus orang pengikutnya.
Kemudian beliau kembali menunaikan ibadah haji yang ketiga pada 912 M. Ibadah
haji tersebut berlangsung selama dua tahun dan berakhir dengan diraihnya
kesadaran tentang kebenaran. Pada akhir 913 M, Al-Hallaj merasa bahwa
hijab-hijab ilusi telah tersingkap, yang menyebabkan beliau bertatap muka
dengan sang Kebenaran (Al-Haq). Di akhir 913M inilah ia merasa bahwa
hijab-hijab ilusi telah terangkat dan tersingkap, yang menyebabkan dirinya
bertatap muka dengan sang Kebenaran (Al-Haqq) dalam keadaan ektase. Hal
tersebut membangkitkan hasrat dalam dirinya untuk menyaksikan cinta Allah pada
manusia.[10]
Menurut wikipedia,[11] terdengar
seruan-seruan aneh di jalan-jalan, di masjid-masjid, dan dipasar kota Baghdad.
"Wahai kaum muslimin, bantulah aku!
Selamatkan aku dari Allah! Wahai manusia, Allah telah menghalalkanmu untuk
menumpahkan darahku, bunuhlah aku, kalian semua bakal memperoleh pahala, dan
aku akan datang dengan suka rela. Aku ingin si terkutuk ini (menunjuk pada dirinya
sendiri) dibunuh." Kemudian, al-Hallaj berpaling pada Allah seraya
berseru, "Ampunilah mereka, tapi hukumlah aku atas dosa-dosa mereka."
Kata-kata tersebut
justru menyadarkan orang-orang untuk menuntuk perbaikan kehidupan masyarakat
mereka. Para masyarakat menuntut Khalifah mengemban kewajiban yang diembannya.
Sementara itu, ada yang menuntut
pembaruan dan perubahan dalam masyarakat sendiri. Oleh karena itu,
Al-Hallaj memiliki banyak kawan dan musuh di dalam maupun di luar istana
Khalifah.
Sementara itu, menurut
Ris’an Rusli[12] akibat
pernyataan-pernyataan aneh tersebut, Al-Hallaj dituduh menyimpang oleh golongan
Mu’tazilah dan pernah ditangkap dua kali oleh keamanan dinasti Abbasiyah,
kemudian disiksa dan di penjara selama delapan tahun. Kemudian setelah diadili,
perdana menteri Hamid menginstruksikan untuk menghukum mati Al-Hallaj. Namun
atas kebijaksanaan hakim al-Makki Abu Amr, eksekusinya ditunda untuk sementara.
Pada akhirya Al-Hallaj dieksekusi mati pada tanggal 24 Maret 922 M dengan cara
disalib setelah lebih dahulu disiksa.
2.2.
Konsep Hulul
Faham Hulul dalam tasawuf ditimbulkan oleh Husain Ibn
Mansur al-Hallaj. Hulul sendiri berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata Halla yang berarti ‘menempatkan’.[13] Sedangkan menurut
istilah, Hulul ialah faham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh
manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat
kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.[14]
Menurut Al-Hallaj, Allah kelihatannya mempunyai dua
natur atau sifat dasar yaitu Ketuhanan (Lahut) dan Kemanusiaan (Nasut).
Sebelum Tuhan menjadikan makhluk, ia hanya melihat
dirinya sendiri. Dalam kesendirian-Nya itu terjadilah dialog antara Tuhan
dengan diri-Nya sendiri, dialog yang dalamnya tak terdapat kata-kata ataupun
huruf-huruf. Yang dilihat Allah hanyalah Kemuliaan dan Ketinggian Dzat-Nya.
Allah melihat kepada Dzat-Nya dan Ia pun cinta kepada Dzat-Nya sendiri, cinta
yang tak dapat disifatkan, dan cinta inilah yang menjadi sebab wujud dan sebab
dari yang banyak ini. Ia pun mengeluarkan dari yang tiada bentuk (copy) dari diri-Nya yang mempunyai
segala sifat dan nama-Nya. Bentuk (copy)
itu adalah Adam. Settelah menjadikan Adam dengan cara ini, Ia memuliakan dan
menngagungkan Adam. Ia cinta pada Adam. Pada diri Adamlah Allah muncul dalam
bentuk-Nya.
Teori ini lebih jelas dalam sya’irnya sebagai berikut:
“Maha Suci Dzat yang sifat
Kemanusiaan-Nya membukakan rahasia cahaya Ketuhanan-Nya yang gemilang.
Kemudian kelihatan bagi makhluk-Nya
dengan nyata dalam bentuk manusia yang makan dan minum.”
Sebaliknya manusia juga mempunyai sifat ketuhanan
dalam dirinya. Ini dapat dilihat dari tafsiran Al-Hallaj mengenai kejadian
Adam:
“Ketika Kami berkata kepada malaikat:
‘Sujudlah kepada Adam.’ Semuanya sujud kecuali Iblis, yang enggan dan merasa
besar. Ia menjadi yang tidak percaya.” (Qs. Al-Baqarah: 34)
Menurut Al-Hallaj, Allah memberi perintah untuk sujud
kepada Adam, karena pada diri Adam terdapat bentuk Tuhan dan selanjutnya dalam
Tuhan terdapat pula bentuk Adam.[15]
Faham bahwa Allah menjadikan Adam menurut bentuk-Nya
terdapat dalam hadits yang berpengaruh besar bagi ahli Sufi:
Tuhan menciptakan
Adam sesuai dengan bentuk-Nya.
Kesimpulan dari pendapat Al-Hallaj: dalam diri manusia
terdapat sifat ketuhanan dan dalam diri Tuhan terdapat sifat kemanusiaan.
Dengan demikian persatuan antara Tuhan dan manusia bisa terjadi, dan persatuan
ini dalam falsafat Al-Hallaj mengambil bentuk Hulul (mengambil tempat). Dan
agar dapat bersatu itu, manusia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat
kemanusiaannya dengan fana’. Kalau
sifat-sifat kemanusiaan ini telah hilang dan yang tinggal hanya sifat-sifat
ketuhanan yang ada dalam dirinya, di situlah baru Tuhan dapat mengambil tempat
dalam dirinya, dan ketika itu roh Tuhan dan roh manusia bersatu dalam tubuh
manusia, sebagai nyata dari sya’ir berikut:
“Jiwamu disatukan dengan jiwaku sebagaimana
anggur disatukan dengan air suci.
Dan jika ada sesuatu yang menyentuh
Engkau, ia menyentuh aku pula, dan ketika itu dalam tiap hal Engkau adalah
aku.”
Hal di atas juga dapat dilihat dengan jelas dari
sya’ir berikut:
“Aku adalah Dia yang kucintai, dan
Dia yang kucintai adalah Aku. Kami adalah dua jiwa yang bertempat dalam satu
tubuh, jika engkau lihat aku, engkau lihat Dia. Dan jika engkau lihat Dia,
engkau lihat kami.”
Dengan cara inilah menurut Al-Hallaj seorang sufi bisa
bersatu dengan Tuhan. Dalam persatuan ini diri Al-Hallaj tidak hilang. Berbeda
dengan konsep Abu Yazid dalam ittihad.
Di mana diri Abu Yazid hancur dan yang ada hanya diri Tuhan.
Sufi sebenarnya tidak mengakui bahwa dirinya Tuhan
dapat dilihat dari ucapan Al-Hallaj berikut:
“Aku adalah rahasia Yang Maha Benar,
dan bukanlah Yang Maha benar itu aku, aku hanya satu dari yang benar, maka
bedakanlah antara kami.”
Jadi sebagai halnya Abu Yazid al-Bustomi, Al-Hallaj
ketika mengatakan ‘ana al-Haq’ bukanlah roh Al-Hallaj yang mengucapkan kata
itu, tetapi roh Tuhan yang mengambil tempat dalam dirinya.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Abu Abdullah Husain bin Mansur al-Hallaj
adalah seorang sufi yang menyebarkan paham Hulul. Dalam pahamnya ia mengatakan
bahwa Tuhan memiliki dua sifat dasar, yaitu Ketuhanan (Lahut) dan Kemanusiaan
(Nasut). Selain itu dia berpendapat bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia
tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan
yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. Atas pahamnya yang menuai kontroversi ini, ia pada akhirnya terbunuh
di tiang salib pada tahun 309 H (922 M) di Baghdad.
DAFTAR PUSTAKA
Bisri, Adib dan
Munawwir AF. Al-Bisri Kamus
Indonesia-Arab Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif. 1999.
Fattah, Sa’id Abdul. Diambang Kematian Al-Hallaj Tragedi
Perjalanan Menuju Makrifat. Jakarta: Erlangga. 2009.
Mustofa. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
1997.
Nasution, Harun. Falsafat dan Mistisme dalam Islam. Cet.
ke-2. Jakarta: Bulan Bintang. 1978.
[1] Sa’id
Abdul Fattah, Di Ambang Kematian Al-Hallaj Tragedi Perjalanan Menuju Makrifat,
Terj. Abdurrahman Ahmad (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 43.
[2] Anonim,
“Mansur Al-Hallaj” diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Mansur_Al-Hallaj
pada 21 September 2016.
[4] Sa’id
Abdul Fattah, Di Ambang Kematian Al-Hallaj Tragedi Perjalanan Menuju Makrifat,
Terj. Abdurrahman Ahmad (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 50-51.
[5] Sa’id
Abdul Fattah, Di Ambang Kematian Al-Hallaj Tragedi Perjalanan Menuju Makrifat,
Terj. Abdurrahman Ahmad (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 43.
[6] Anonim,
“Mansur Al-Hallaj” diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Mansur_Al-Hallaj
pada 21 September 2016.
[7] Anonim,
“Mansur Al-Hallaj” diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Mansur_Al-Hallaj
pada 21 September 2016.
[8] Ris’an
Rusli, Tasawuf dan Tarekat : Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi, (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 116.
[9] Sa’id
Abdul Fattah, Di Ambang Kematian Al-Hallaj Tragedi Perjalanan Menuju Makrifat,
Terj. Abdurrahman Ahmad (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 44.
[10] Anonim,
“Mansur Al-Hallaj” diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Mansur_Al-Hallaj
pada 21 September 2016.
[11] Anonim,
“Mansur Al-Hallaj” diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Mansur_Al-Hallaj
pada 21 September 2016.
[12] Ris’an
Rusli, Tasawuf dan Tarekat : Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi, (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 117.
[13] KH.
Adib Bisri, KH. Munawwir AF. Kamus
Indonesia-Arab, Arab-Indonesia Al-Bisri. 1999. Hal. 131.
[14] Abu
Nasr al-Tusi dalam al-Luma’
[15] Drs. H.
A. Mustofa. Akhlak-Tasawuf. Hal. 272.
Oiya lupa lagi hehehe
Kalo agan - agan mau dalam bentuk word, bisa di download disini nih...
Oke, Syukron buat agan-agan yang udah berkunjung
Ditunggu kritik dan sarannya ya........
Wassalamu'alaikum...........
Kalo agan - agan mau dalam bentuk word, bisa di download disini nih...
Oke, Syukron buat agan-agan yang udah berkunjung
Ditunggu kritik dan sarannya ya........
Wassalamu'alaikum...........
Sepi
BalasHapusTidak ada yang koment
wkwkwk