Sabtu, 15 Oktober 2016

Hulul Al-Hallaj

Assalamu'alaikum

Hello Guys !! di postingan kedua ini nih, ane akan ngeshare makalah buatan kelompok ane nih.
Makalah ini membahas tentang konsep tasawuf Hulul yang kontroversial.......
Sebelum lanjut, syukron buat mbak Raga dan mbak Syafi'ah yang telah berjibaku dalam menyelesaikan makalah ini.

Oke, sebelum lanjut ane mau pringatin agan-agan yang mau baca makalah ini nih.
Makalah ini buatan newbie lho, kami ini  masih maba dan baru 2 bulan kuliah. Jadi, kalo makalah ini masih acak-acakan mohon dimaklumi ya.......

Terus kalo tau masih acak-acakan ngapain di upload nih ?
Hehe sabar gan sebenarnya ane ada dua alasan nih ngapain upload makalah ini
Alasan pertama karena ane bingung mau posting apa buat tugas ICT (upss)
Alasan kedua, biar agan-agan yang udah pro masalah tulis menulis bisa ngoreksi makalah kami ini nih... jadi kami bisa memperbaiki kesalahan kami.

So, langusng aja gan maaf kebanyakan basa-basi wkwkwkwk
Cek it out !!

Eits, kelupaan. ane juga mau ngeshare power point karya kami nih, sekalian dikritik juga ya.....
langsung aja download disini nih

Oke udah kebanyakan basa-basi nih wkwkwk
Cek it out.....




TUGAS KELOMPOK
Hulul Al-Hallaj
Dibuat sebagai tugas dalam mata kuliah
Akhlak dan Tasawuf
Dosen Pengampu :
Dr. H. Abdul Mustaqim, S.Ag M.Ag.
Hasil gambar untuk logo uin sunan kalijaga png 

Disusun Oleh:
Syafi’ah
16530015
Muhammad Izzul Haq Zain
16530021
Valiena Cantika Raga Imani
16530026
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta

2016



KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha peyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan, rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Hulul Al-Hallaj.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Hulul Al-Hallaj ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.


    Yogyakarta, September 2016


                                                                                                       Penyusun


    


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Tasawuf merupakan sebuah ajaran tentang penyucian hati dan jiwa, sebuah jalan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan sedekat mungkin. Dalam hal ini, tidak setiap hati dan jiwa memiliki cara yang sama untuk mencapai sebuah penyucian. Berangkat dari keberagaman inilah Tasawuf menjadi hal yang menarik untuk dikaji.
Dari banyaknya keberagaman konsep penyucian hati dan jiwa, tidak sedikit yang menuai kontroversi, bahkan sampai berakhir pada tiang gantung, satu diantaranya adalah konsep Hulul yang dibawa oleh Abu Mansur al-Hallaj. Konsep ini tidak kalah penting untuk dikaji, bukan untuk terjebak dalam perdebatan itu sendiri, tapi menjadi sebuah tarbiyah bagi pembiasaan Akhlak dan pembentukan etika. Sebab, sebagaimana diketahui, Tasawuf adalah jalan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, maka untuk mencapai pendekatan itu haruslah memiliki Akhlak dan etika yang mulia.
Untuk dapat mengkaji Tasawuf ini kita berangkat dari sejarah, tujuannya adalah agar menjadi ibrah bagi kita semua.

1.2.Rumusan Masalah
a.       Bagaimana biografi dari Abu Mansur al-Hallaj?
b.      Bagaimana deskripsi konsep Hulul yang dibawa oleh al-Hallaj?

1.3.Tujuan Kepenulisan
a.       Untuk mengetahui biografi dari Abu Mansur al-Hallaj.
b.      Untuk mengetahui deskripsi konsep Hulul yang dibawa oleh al-Hallaj.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Biografi Al-Hallaj
Menurut Sa’id Abdul Fattah,[1] Al-Hallaj lahir pada tahun 244 H (857 M)  dan dihukum mati di Baghdad pada tahun 309 H (922 M) dalam usia enam puluh lima tahun. Sedangkan menurut Wikipedia,[2] pria yang bernama lengkap Abu Abdullah Husain bin Mansur “al-Hallaj” ini  dilahirkan pada tanggal 26 Maret 866 M (1 Rabi’ul Awwal 252 H) di kota Thur yang bercorak Arab di kawasan Baidhah, Iran Tenggara. Al-Hallaj merupakan keturunan Persia, dan kakeknya beragama Zoroaster,[3] sedangkan ayahnya beragama Islam. Al-Hallaj merupakan ulama’ sufi yang terkenal pada abad 9-10 karena pernyataannya yang kontoversial yakni “Akulah kebenaran”. Akibat pernyataannya tersebut, Al-Hallaj kemudian di eksekusi secara brutal.
Nama Al-Hallaj merupakan julukan yang diberikan kepada beliau. Mengenai asal-usul julukan ini, terdapat pendapat yang berbeda-beda. Menurut Sa’id Abdul Fattah[4] pendapat pertama menyatakan dia dijuluki Hallaj al-Asrar karena menyingkap rahasia orang-orang yang mengesakan Allah, karena itu, nama ini menjadi dominan pada beliau. Pendapat kedua menyatakan, Husein bin Mansur meminta kepada seorang pemisah kapas agar membantunya sebuah pekerjaan. Namun pemisah kapas tersebut menolaknya lantaran masih sibuk memisahkan biji dari kapas. Lalu Husein menawarkan diri untuk membantunya. Kemudian pemisah kapas tersebut mengizinkannya dan pergi meninggalkannya dalam beberapa waktu. Begitu kembali, ia mendapati seluruh kapas telah terpisahkan dari bijinya. Orang tersebut pun merasa heran pada Husein. Oleh karena itu, lafal Al-Hallaj yang berarti pemisah kapas pun mendominasinya. Dan menurut pendapat ketiga, penamaan Al-Hallaj ini dinisbatkan pada pekerjaan orang tuanya dalam memisahkan kapas.
Pada saat masih muda, Al-Hallaj pindah ke Wasith bersama keluarganya. Dari sana, mereka lantas pindah ke tustar yang kemudian disanalah Al-Hallaj bersahabat dengan seorang tokoh sufi bernama Sahal bin Abdullah At-Tustasri selama dua tahun.[5] Kemudian beliau pergi menuju Bashrah dan belajar tasawuf kepada Amru bin Ustman al-Makki selama 18 bulan.[6] Dari Bashrah, Al-Hallaj pergi menuju Baghdad untuk belajar kepada Syekh Abu Qasim Junaid yang merupakan ulama’ sufi paling terkenal saat itu.
Al-Hallaj kemudian menunaikan ibadah haji yang pertama kali pada tahun 892 M.[7] Ibadah haji yang dilakukan Al-Hallaj ini tidak seperti ibadah haji biasanya, beliau melakukannya selama setahun penuh. Al-Hallaj duduk di Masjidil Haram siang dan malam tanpa meninggalkan tempatnya kecuali untuk bersuci dan tawaf. Beliau melakukan praktik kezuhudan ini untuk menyucikan hatinya menundukkannya kepada Kehendak Ilahi sedemikian rupa agar dirinya benar-benar sepenuhnya diliputi oleh Allah. Sepulangnya dari ibadah haji, Al-Hallaj membawa pikiran-pikiran baru berbagai topik seperti inspirasi Ilahi dan membahasnya dengan para tokoh sufi lainnya termasuk Amru bin Ustman al-Makki dan Syekh Abu Qasim Junaid.
Setelah melakukan pembahasan bersama tokoh sufi lain, ada berbagai reaksi positif dan negatif mengenai pemikirannya. Kemudian, beliau memutuskan kembali ke Bashrah untuk mulai mengajar dan memberi kuliah. Namun, pemikiran Al-Hallaj bertentangan dengan ayah mertuanya. Hubungan mereka pun memburuk dan membuatnya kembali ke Tustar bersama istri dan adik iparnya. Di Tustar, beliau terus mengajar dan memperoleh banyak keberhasilan. Akan tetapi, Amru bin Ustman al-Makki merasa tidak senang kepada Al-Hallaj karena perbedaan pendapat, ia mengirimkan surat kepada orang-orang terkemuka di Ahwaz dengan menuduh dan menjelek-jelekkan nama al-Hallaj, karena situasi semakin memburuk, Al-Hallaj memutuskan untuk menjauhkan diri dan tidak bergaul dengan kaum sufi. Beliau justru terjun ke dalam hingar bingar duniawi.
Menurut Ris’an Rusli,[8] setelah meninggalkan jubah kesufian, Al-Hallaj berkelana ke berbagai negeri dalam rangka menambah pengetahuan dan pengalaman dalam dunia sufistik. Banyak negeri telah disinggahinya, seperti Khurasan, Mawara an-Nahr, Sajistan, Kirman, dan Persia. Dari pengembaraan tersebut, beliau menerima banyak julukan,[9] diantaranya adalah Al-Mughits (yang memberi pertolongan) yang didapat di India, di Madhin dan Turkistan dijuluki Al-Muqit (yang memelihara), di Khurasan dijuluki Al-Mumayyiz (yang membedakan), penduduk Persia memberi julukan Abu Abdillah Az-Zahid (yang zuhud), di Tajikistan dijuluki Syekh Hallaj Al-Asrar (yang menyingkap rahasia), di Baghdad dijuluki Al-Mushthalim (yang mencabut sampai akar-akarnya) dan di Bashrah dijuluki Al-Mujib (yang memperkenankan).
Al-Hallaj kemudian menunaikan ibadah haji yang kedua bersama empat ratus orang pengikutnya. Kemudian beliau kembali menunaikan ibadah haji yang ketiga pada 912 M. Ibadah haji tersebut berlangsung selama dua tahun dan berakhir dengan diraihnya kesadaran tentang kebenaran. Pada akhir 913 M, Al-Hallaj merasa bahwa hijab-hijab ilusi telah tersingkap, yang menyebabkan beliau bertatap muka dengan sang Kebenaran (Al-Haq). Di akhir 913M inilah ia merasa bahwa hijab-hijab ilusi telah terangkat dan tersingkap, yang menyebabkan dirinya bertatap muka dengan sang Kebenaran (Al-Haqq) dalam keadaan ektase. Hal tersebut membangkitkan hasrat dalam dirinya untuk menyaksikan cinta Allah pada manusia.[10]
Menurut wikipedia,[11] terdengar seruan-seruan aneh di jalan-jalan, di masjid-masjid, dan dipasar kota Baghdad.
"Wahai kaum muslimin, bantulah aku! Selamatkan aku dari Allah! Wahai manusia, Allah telah menghalalkanmu untuk menumpahkan darahku, bunuhlah aku, kalian semua bakal memperoleh pahala, dan aku akan datang dengan suka rela. Aku ingin si terkutuk ini (menunjuk pada dirinya sendiri) dibunuh." Kemudian, al-Hallaj berpaling pada Allah seraya berseru, "Ampunilah mereka, tapi hukumlah aku atas dosa-dosa mereka."
Kata-kata tersebut justru menyadarkan orang-orang untuk menuntuk perbaikan kehidupan masyarakat mereka. Para masyarakat menuntut Khalifah mengemban kewajiban yang diembannya. Sementara itu, ada yang menuntut  pembaruan dan perubahan dalam masyarakat sendiri. Oleh karena itu, Al-Hallaj memiliki banyak kawan dan musuh di dalam maupun di luar istana Khalifah.
Sementara itu, menurut Ris’an Rusli[12] akibat pernyataan-pernyataan aneh tersebut, Al-Hallaj dituduh menyimpang oleh golongan Mu’tazilah dan pernah ditangkap dua kali oleh keamanan dinasti Abbasiyah, kemudian disiksa dan di penjara selama delapan tahun. Kemudian setelah diadili, perdana menteri Hamid menginstruksikan untuk menghukum mati Al-Hallaj. Namun atas kebijaksanaan hakim al-Makki Abu Amr, eksekusinya ditunda untuk sementara. Pada akhirya Al-Hallaj dieksekusi mati pada tanggal 24 Maret 922 M dengan cara disalib setelah lebih dahulu disiksa.



2.2. Konsep Hulul
Faham Hulul dalam tasawuf ditimbulkan oleh Husain Ibn Mansur al-Hallaj. Hulul sendiri berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata Halla yang berarti ‘menempatkan’.[13] Sedangkan menurut istilah, Hulul ialah faham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.[14]
Menurut Al-Hallaj, Allah kelihatannya mempunyai dua natur atau sifat dasar yaitu Ketuhanan (Lahut) dan Kemanusiaan (Nasut).
Sebelum Tuhan menjadikan makhluk, ia hanya melihat dirinya sendiri. Dalam kesendirian-Nya itu terjadilah dialog antara Tuhan dengan diri-Nya sendiri, dialog yang dalamnya tak terdapat kata-kata ataupun huruf-huruf. Yang dilihat Allah hanyalah Kemuliaan dan Ketinggian Dzat-Nya. Allah melihat kepada Dzat-Nya dan Ia pun cinta kepada Dzat-Nya sendiri, cinta yang tak dapat disifatkan, dan cinta inilah yang menjadi sebab wujud dan sebab dari yang banyak ini. Ia pun mengeluarkan dari yang tiada bentuk (copy) dari diri-Nya yang mempunyai segala sifat dan nama-Nya. Bentuk (copy) itu adalah Adam. Settelah menjadikan Adam dengan cara ini, Ia memuliakan dan menngagungkan Adam. Ia cinta pada Adam. Pada diri Adamlah Allah muncul dalam bentuk-Nya.
Teori ini lebih jelas dalam sya’irnya sebagai berikut:
“Maha Suci Dzat yang sifat Kemanusiaan-Nya membukakan rahasia cahaya Ketuhanan-Nya yang gemilang.
Kemudian kelihatan bagi makhluk-Nya dengan nyata dalam bentuk manusia yang makan dan minum.”
Sebaliknya manusia juga mempunyai sifat ketuhanan dalam dirinya. Ini dapat dilihat dari tafsiran Al-Hallaj mengenai kejadian Adam:
“Ketika Kami berkata kepada malaikat: ‘Sujudlah kepada Adam.’ Semuanya sujud kecuali Iblis, yang enggan dan merasa besar. Ia menjadi yang tidak percaya.” (Qs. Al-Baqarah: 34)
Menurut Al-Hallaj, Allah memberi perintah untuk sujud kepada Adam, karena pada diri Adam terdapat bentuk Tuhan dan selanjutnya dalam Tuhan terdapat pula bentuk Adam.[15]
Faham bahwa Allah menjadikan Adam menurut bentuk-Nya terdapat dalam hadits yang berpengaruh besar bagi ahli Sufi:
Tuhan menciptakan Adam sesuai dengan bentuk-Nya.
Kesimpulan dari pendapat Al-Hallaj: dalam diri manusia terdapat sifat ketuhanan dan dalam diri Tuhan terdapat sifat kemanusiaan. Dengan demikian persatuan antara Tuhan dan manusia bisa terjadi, dan persatuan ini dalam falsafat Al-Hallaj mengambil bentuk Hulul (mengambil tempat). Dan agar dapat bersatu itu, manusia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya dengan fana’. Kalau sifat-sifat kemanusiaan ini telah hilang dan yang tinggal hanya sifat-sifat ketuhanan yang ada dalam dirinya, di situlah baru Tuhan dapat mengambil tempat dalam dirinya, dan ketika itu roh Tuhan dan roh manusia bersatu dalam tubuh manusia, sebagai nyata dari sya’ir berikut:
“Jiwamu disatukan dengan jiwaku sebagaimana anggur disatukan dengan air suci.
Dan jika ada sesuatu yang menyentuh Engkau, ia menyentuh aku pula, dan ketika itu dalam tiap hal Engkau adalah aku.”
Hal di atas juga dapat dilihat dengan jelas dari sya’ir berikut:
“Aku adalah Dia yang kucintai, dan Dia yang kucintai adalah Aku. Kami adalah dua jiwa yang bertempat dalam satu tubuh, jika engkau lihat aku, engkau lihat Dia. Dan jika engkau lihat Dia, engkau lihat kami.”
Dengan cara inilah menurut Al-Hallaj seorang sufi bisa bersatu dengan Tuhan. Dalam persatuan ini diri Al-Hallaj tidak hilang. Berbeda dengan konsep Abu Yazid dalam ittihad. Di mana diri Abu Yazid hancur dan yang ada hanya diri Tuhan.
Sufi sebenarnya tidak mengakui bahwa dirinya Tuhan dapat dilihat dari ucapan Al-Hallaj berikut:
“Aku adalah rahasia Yang Maha Benar, dan bukanlah Yang Maha benar itu aku, aku hanya satu dari yang benar, maka bedakanlah antara kami.”
Jadi sebagai halnya Abu Yazid al-Bustomi, Al-Hallaj ketika mengatakan ‘ana al-Haq’ bukanlah roh Al-Hallaj yang mengucapkan kata itu, tetapi roh Tuhan yang mengambil tempat dalam dirinya.





BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
            Abu Abdullah Husain bin Mansur al-Hallaj adalah seorang sufi yang menyebarkan paham Hulul. Dalam pahamnya ia mengatakan bahwa Tuhan memiliki dua sifat dasar, yaitu Ketuhanan (Lahut) dan Kemanusiaan (Nasut). Selain itu dia berpendapat bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. Atas pahamnya yang menuai kontroversi ini, ia pada akhirnya terbunuh di tiang salib pada tahun 309 H (922 M) di Baghdad.













DAFTAR PUSTAKA

Bisri, Adib dan Munawwir AF. Al-Bisri Kamus Indonesia-Arab Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif. 1999.
Fattah, Sa’id Abdul. Diambang Kematian Al-Hallaj Tragedi Perjalanan Menuju Makrifat. Jakarta: Erlangga. 2009.
Mustofa. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 1997.
Nasution, Harun. Falsafat dan Mistisme dalam Islam. Cet. ke-2. Jakarta: Bulan Bintang. 1978.





[1] Sa’id Abdul Fattah, Di Ambang Kematian Al-Hallaj Tragedi Perjalanan Menuju Makrifat, Terj. Abdurrahman Ahmad (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 43.
[2] Anonim, “Mansur Al-Hallaj” diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Mansur_Al-Hallaj pada 21 September 2016.
[3] Zoroaster disebut juga majusi. https://id.m.wikipedia.org, 11 Juni 2016, pukul 15.30.
[4] Sa’id Abdul Fattah, Di Ambang Kematian Al-Hallaj Tragedi Perjalanan Menuju Makrifat, Terj. Abdurrahman Ahmad (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 50-51.

[5] Sa’id Abdul Fattah, Di Ambang Kematian Al-Hallaj Tragedi Perjalanan Menuju Makrifat, Terj. Abdurrahman Ahmad (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 43.
[6] Anonim, “Mansur Al-Hallaj” diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Mansur_Al-Hallaj pada 21 September 2016.
[7] Anonim, “Mansur Al-Hallaj” diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Mansur_Al-Hallaj pada 21 September 2016.
[8] Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat : Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 116.
[9] Sa’id Abdul Fattah, Di Ambang Kematian Al-Hallaj Tragedi Perjalanan Menuju Makrifat, Terj. Abdurrahman Ahmad (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 44.
[10] Anonim, “Mansur Al-Hallaj” diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Mansur_Al-Hallaj pada 21 September 2016.
[11] Anonim, “Mansur Al-Hallaj” diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Mansur_Al-Hallaj pada 21 September 2016.
[12] Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat : Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 117.
[13] KH. Adib Bisri, KH. Munawwir AF. Kamus Indonesia-Arab, Arab-Indonesia Al-Bisri. 1999. Hal. 131.
[14] Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma’
[15] Drs. H. A. Mustofa. Akhlak-Tasawuf. Hal. 272.




Oiya lupa lagi hehehe
Kalo agan - agan mau dalam bentuk word, bisa di download disini nih...

Oke, Syukron buat agan-agan yang udah berkunjung
Ditunggu kritik dan sarannya ya........

Wassalamu'alaikum...........

Unknown

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

1 komentar: